Isu mafia skincare lumayan menyita perhatian netizen Tiktok. Isu ini dikupas sedikit oleh dr. Oky Pratama, pemilik brand Bening’s Skincare, di podcast teman sejawatnya yang sekaligus youtuber pengulas skincare abal-abal, dr. Richard Lee. Sebagai beauty anthusiast, saya juga sangat tertarik untuk memahami masalah yang sedang memanas karena masih berkaitan dengan sisi gelap bisnis skincare lokal.
Latar Belakang Mafia Skincare
Dr. Oky Pratama adalah seorang dokter yang mendirikan Bening’s Indonesia Group. Usahanya menghasilkan tiga jenis bidang jasa dan produk, yaitu Bening’s Clinic (usaha klinik kecantikan), Bening’s Skincare (produk Bening’s Clinic yang dijual di e-commerce), dan Bening’s Indonesia (produk Bening’s yang dijual melalui reseller). Nah, usaha yang terakhir itu, Bening’s Indonesia, memiliki masalah dengan si mafia skincare yang dispill dr. Oky.
Ada seorang pemilik pabrik kosmetik, kita sebut saja ibu H, yang menawarkan kerja sama dalam memproduksi produk Bening’s Skincare. Selain kerja sama produksi, ibu H ini juga mengenalkan F kepada dr. Oky untuk mengelola proses pendistribusian produk ke para reseller, dengan catatan dr. Oky mau memberikan sebagian saham (bagi hasil) pada si F dan mewajibkan untuk memproduksi produk di pabrik ibu H saja.
FYI, ternyata perusahaan F yang mengelola pendistribusian produk Bening’s didirikan bersama suami ibu H. Dengan kata lain, secara tidak langsung ibu H mendapatkan keuntungan dari 2 sisi, yaitu dari proses produksi (sebagai owner pabrik) dan dari pendistribusian barang (suaminya bagian dari perusahaan pendistribusian barang ke reseller).
Karena dr. Oky masih “polos” dan merasa prospek kerja sama ini akan mampu mengembangkan brand Bening’s lebih besar lagi, dia menyetujui kerja sama tersebut. Namun, di tengah-tengah kerja sama muncul beberapa masalah. Dr. Oky juga merasa bahwa ibu H ini menunjukan perilaku bisnis yang tidak sehat.
Perilaku Bisnis Tidak Sehat Ibu H
Dari podcast dr. Richard yang panjang itu, saya coba ringkas saja poin-poin penting mengenai perilaku bisnis tidak sehat dari mafia skincare ini. Ada pun angka yang saya tulis di dalam tanda kurung, itu menunjukan waktu di cuplikan podcast yang saya ambil sebagai rujukan penulisan.
Berikut perilaku mafia skincare yang tidak sehat:
1. Merekomendasikan penjualan Bening’s Skincare beretiket biru lewat reseller dengan modus konsultasi lewat WA klink. Berdasarkan regulasi saat ini, konsultasi online untuk mendapatkan produk beretiket biru itu dilarang (16.00). Harus langsung konsultasi ke dokter.
2. Memanfaatkan pertemanan dr. Oky dan dr. Richard untuk mereview produk Bening’s beretiket biru supaya bisa dipercaya masyarakat luas. Sayangnya, produk tersebut terindikasi mengandung obat yang tidak bisa dijual bebas ataupun dijual di tingkat reseller (16.20). Imbasnya, image brand Bening’s menjadi tercoreng.
3. Meskipun mendapatkan review jelek dari dr. Richard dan penolakan dari dr. Oky, ibu H tetap memaksa dr. Oky untuk menjual produk beretiket biru (17.45). Dalih yang digunakan saat itu adalah rasa kasihan terhadap reseller.
4. Indikasi pengancaman berupa pemberhentian kerja sama produksi apabila dr. Oky tidak mengikuti saran ibu H. Dulu, dr. Oky dan dr. Richard sempat dibujuk oleh ibu H untuk membuat brand skincare bersama, tapi keduanya menolak (11.35). Si ibu baper dan memberikan tekanan terhadap dr. Oky. Masalah itu agaknya selesai dengan cepat karena produksi masih berlanjut.
5. Menjual produk polosan supaya terhindar dari masalah hukum. Ketika produk polosan itu bermasalah, ibu H sebagai owner pabrik tidak bisa dituntut karena hanya memproduksi produk sesuai permintaan pemilik brand (20.45). Sebaliknya, reseller dan pemilik brand sebagai “pemesan” berkemungkinan besar akan berurusan dengan hukum.
6. Membuat stok skincare racikan yang termasuk obat topikal (penggunaan luar) di tingkat reseller. Menurut regulasi, skincare racikan dokter diperlakukan sebagai obat sehingga tidak bisa distok atau diperjualbelikan di tingkat reseller (22.20). Skincarenya harus dibuat langsung setelah pasien berkonsultasi dan diambil di klinik atau fasilitas kesehatan.
7. Memproduksi barang di luar permintaan dr. Oky sebagai pemilik brand. Pabrik ibu H memproduksi Bening’s Skincare secara massal melebihi jumlah yang dipesan dr. Oky (26.30). Akibatnya, dr. Oky pernah dituduh berhutang biaya produksi.
8. Diduga mencaplok brand lain (29.00). Skema yang dilakukan oleh ibu H dalam mengambil pasar brand lokal meliputi peniruan konsep dan pengambilalihan para reseller, sebagai berikut:
Owner Brand A memproduksi skincare di pabrik ibu H -> didistribusikan ke reseller -> Brand A laku keras -> ibu H membuat brand sendiri dengan konsep yang mirip dan harga jual lebih rendah -> ibu H menyisipkan produknya ke reseller brand A -> brand A kalah saing -> reseller “diambil” alih untuk menjual produk ibu H.
Beberapa brand yang disebutkan menjadi korban skema ibu H meliputi Daviena, Bening’s, Bebwhite C, dan Eleora.
9. Membuat gimmick produk yang overclaim (klaim berlebihan yang berpotensi merugikan konsumen).
Setelah dr. Oky menyadari perilaku bisnis tidak sehat ibu H, dia memutus kerja sama dan pindah pabrik.
Penutup
Dengan dispillnya cara kerja mafia skincare yang disebutkan oleh dr. Oky, masyarakat seharusnya bisa membuka mata lebar-lebar dalam memilih produk kecantikan. Meskipun brand tersebut mengklaim aman, halal, berdasarkan rekomendasi dokter dan sudah ber-BPOM, nyatanya regulasi bisa diakali.
Pemilik brand pun harus berhati-hati ketika memilih partner bisnis. Jangan semata-mata mengejar uang dan kesuksesan penjualan. Perhatikan kembali etika dan aturan dalam berbisnis, seperti menghindari gimmick dan overclaim.
Tidak ada komentar
Posting Komentar