Momen lebaran pasti terasa berbeda setiap tahunnya. Ada pencapaian yang didapat, ada tambahan atau bahkan pengurangan yang dirasakan. Manusia selalu dituntut untuk berubah agar mendapatkan versi dirinya yang lebih baik.
Pada umumnya kita sangat senang jika ada suatu penambahan. Misalnya, tambah anggota keluarga dan tambah uang THR hehe. Suami saya ini termasuk penambahan yang menyenangkan sebagai anggota keluarga baru, wujud nyata dari pencapaian saya yang akhirnya mendapatkan pasangan. Sayangnya, semenjak menikah kami belum bisa berlebaran bersama keluarga besar jadi sangat berharap bisa menghabiskan momen bersama di Hari Raya tahun ini.
Lebaran tahun kemarin kami rayakan berjauhan. Saat itu saya sedang di fase awal kehamilan di rumah orang tua. Berjuang dengan pusing dan muntah-muntah. Sedangkan dia harus tetap bekerja.
Meski dikelilingi sanak saudara rasanya saya ingin sekali ditemani oleh pasangan. Namun, suami sulit mendapatkan cuti (di luar cuti pulang). Akhirnya, dia jarang hadir saat momen spesial. Saat ingin mendampingi lahiran pun, dia memilih mengundurkan diri karena tidak bisa mendapatkan cuti.
Terhitung enam bulan lamanya dia menganggur untuk menemani saya. Muncul perasaan tidak mau merantau lagi. Ingin mencari pekerjaan yang dekat supaya bisa melihat anak-istri setiap hari. Kalau pun harus jauh, harus dapat pekerjaan yang jauh lebih baik dan mungkin akan mulai bekerja lagi selepas lebaran. Pokoknya ingin berlebaran bersama.
Eh Tuhan belum izinkan. Belum saatnya saja.
Beberapa tawaran pekerjaan menghampiri suami yang saat itu sedang menganggur. Hati tetap teguh ingin berlebaran bersama sehingga semua tawaran dia tolak. Hingga ada satu tawaran dari kawannya yang menggiurkan, tapi harus mulai kerja secepatnya alias nanti berlebaran di tempat kerja. Mulai lah hati kami goyah :’)
Mungkin faktor keuangan yang terus berkurang membuat kami lebih lembek. Suami tertarik dan kemudian menimbang-nimbang baik buruknya. Saya ingin suami kuat sehingga saya langsung bilang siap tidak berlebaran bersama mengingat perusahaan ini lebih baik dari sebelumnya dan mendorong pegawainya dalam mengembangkan karir.
Saya rasa itu yang suami butuhkan. Terlebih sekarang sudah memiliki bayi kecil. Tanggungan bertambah dan tentu harus sudah mulai menabung kembali untuk hari-hari mendatang.
Dengan berat hati suami berangkat bekerja di 5 hari menjelang Idulfitri. Sedih, tapi Alhamdulillah setiap suami berkabar saya melihat tempat tinggal dan lingkungan kerjanya sangat baik. Sedikit demi sedikit rasa sedih terobati. Kami fokus pada hal-hal baik supaya bisa lebih mudah untuk bersyukur.
Ternyata, kuncinya ada di saling menguatkan. Saat saya sedang sedih, suami menyemangati dan mengajak bersyukur dari jauh. Ketika dia sedang down, rindu anak, saya yang menyemangati. Kalau hanya mengeluh saja, hari-hari pasti akan sangat berat dilalui. LDR tahun kemarin saja bisa kami lewati dengan baik, masa sekarang tidak bisa? Insyaallah kuat meski sedikit kecewa.
Nampaknya di lebaran ini saya masih belum bisa mendapatkan “penambahan” yang saya inginkan. Mungkin Tuhan lebih senang memberikan penambahan pada area lain, misalnya tambah kuat, tambah dewasa, tambah mandiri, dan tambah sabar.
Saya melihat kurangnya kehadiran suami di momen spesial ini sebagai pengorbanan untuk masa depan kami. Ujian untuk naik ke level selanjutnya. Barangkali ada juga rahasia-rahasia Tuhan yang belum tersingkap. Apapun artinya, semoga itu bisa menambah kesalehan kami.
0 comments