Beauty Diary by Rahma

Melewati Masa Akhir Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris UPI

Pengalaman s2

Saya sempat menulis sebuah artikel di tahun 2017 tentang pengalaman awal masuk kuliah S2 di UPI. Nah, sekarang saya ingin menceritakan masa-masa akhir sebagai mahasiswa pascasarjana. Beberapa tahap pada masa akhir pascasarjana adalah: ujian komprehensif/kualifikasi (UK), seminar proposal, masa bimbingan, sidang 1, dan sidang 2.

Apabila kalian sudah mengalami salah satu hal di atas, saya ucapkan selamat datang di perjuangan akhir. 

Ujian Komprehensif/Kualifikasi (UK)

Saya pernah menuliskan pengalaman ujian kualifikasi (UK) pascasarjana UPI. Intinya, UK menguji kemampuan analisis kita di tiga bidang utama keilmuan program studi. Dalam kasus saya, bidang tersebut adalah linguistik, pedagogik, dan penelitian.

Karena pada waktu itu adalah masa normal, ujian dilakukan tatap muka di aula besar. Semua mahasiswa satu angkatan mengerjakan soal2 di tempat dan waktu yang sama. Pengerjaan dilakukan melalui laptop dan dikirim langsung ke turnitin untuk pengecekan plagiarisme.

Setelah lulus, simpan surat pengumuman kelulusannya sebagai syarat untuk sidang nanti. 

Seminar Proposal

Apabila mahasiswa telah memenuhi persyaratan untuk mengambil mata kuliah tesis, mereka bisa mengajukan pendaftaran seminar proposal. Itu pun kalau proposalnya sudah disetujui dosen pembimbing akademik. 

Jangan menunggu disuruh dosen. Kita sendiri yang harus sigap menulis proposal. Dosen hanya tempat berkonsultasi dan meminta persetujuan.

Ada baiknya proposal penelitian disiapkan di awal kuliah atau sebelum kuliah S2 karena durasi kuliah hanya 4 semester dan banyak tugas-tugas yang harus dikerjakan. Makanya kebanyakan fakultas mewajibkan pelamar untuk melampirkan proposal penelitian saat proses seleksi maba.

Proposal seminar terdiri dari 3 bab yang menjawab:

1. Apa yang ingin diteliti? Kenapa? (Bab 1)

2. Teori/framework apa yang dipakai untuk membentuk instrumen pengumpulan data dan analisis data nanti? Kenapa memilih itu? (Bab 2)

3. Bagaimana menelitinya? Data diambil dari mana? Proses/langkah kegiatannya bagaimana? Analisis datanya seperti apa? (Bab 3)

Formulasi pertanyaan penelitian jangan dianggap sepele. Justru itu yang akan menjadi titik awal bab pembahasan nanti alias hasil akhir penelitian. Jangan banyak-banyak. Dua pertanyaan saja sudah cukup.

Untuk bab 2, ini berisi teori-teori dan bisa berkembang sejalan dengan penelitian dilakukan. Usahakan tuliskan dan jelaskan teori dasar yang akan dipakai, ditunjang dengan beberapa jurnal terbaru. Proposal itu tidak perlu tebal atau sempurna, yang penting kita paham tiga poin yang dituliskan di atas.

Tidak perlu berkecil hati ketika harus merevisi proposal karena tulisan kita harus selalu direvisi. Ingat, tidak ada yang sempurna.

Masa Bimbingan

Setelah revisi proposal disetujui oleh dosen penguji, kita ajukan dosen pembimbing ke prodi. Apabila memungkinkan pilihlah dosen yang mudah untuk dihubungi untuk berkonsultasi. Kebetulan saya mendapatkan dosen yang baik sekali. Kadang beliau yang mengingatkan dan menghubungi sehingga memotivasi mahasiswa untuk terus berusaha.

Setelah surat keputusan dospem turun, kita hubungi dosen tersebut. Perkenalkan diri dan lampirkan proposal yang telah direvisi kepada dospem. Mintai feedback, apakah harus direvisi kembali atau bisa langsung mengambil data/melakukan peneliltian ke lapangan. 

Mahasiswa harus melaporkan setiap proses atau masalah terkait proses penelitian dan penulisan laporannya kepada dospem. Jangan lupa ucapkan “terima kasih” dan emot 🙏 di akhir pesan hehe…. 

Apabila beliau tidak langsung membalas, jangan diambil hati. Hubungi kembali apabila sudah 3 hari atau 1 minggu tanpa balasan/feedback.

Dosen-dosen yang paling dihindari adalah dosen yang sangat sulit dihubungi, killer, dan perfeksionis. Yang dua pertama rasanya sudah paham kan ya kenapa mereka bukan terfavorite.

Dosen perfeksionis memiliki kelebihan dalam hal menjaga kualitas tulisan. Namun, tentu kekurangannya adalah agak sulit mentoleransi kekurangan mahasiswa alias revisi tiada akhir. 

Cerita lucu (sekarang sih lucu, dulu bikin stress) saat seorang teman mendapatkan dosen ramah, tapi perfeksionis, “aku blok nomor Dosen A saking muaknya disuruh revisi terus.”  Tidak membuat sakit hati, tapi memang beliau-beliau ini sering bikin sakit kepala.

Terbalik sekali dengan dosen santai. Apapun tulisan yang dihasilkan mahasiswa, beliau akan terima. Yang penting kaidah penelitian terpenuhi. Dari pada banyak revisi dan membuat mahasiswa down, mending nanti revisi total di sidang saja yang mengikuti pendapat dosen penguji.

Sidang 1 

Ini adalah the real sidang. Persyaratannya paling banyak, dan bikin deg-degan banget pokoknya. Yang pertama selalu yang paling luar biasa. Tiga poin utama tadi dijabarkan secara singkat saja dan fokus utamanya adalah bab 4 dan 5, alias jawaban dari pertanyaan penelitian.

Silakan berkreasi dalam menyajikan presentasi 🙏 Jangan sakit hati saat mendapatkan revisi. Pertahankan apa yang bisa dipertahankan. Apabila kalian termasuk mahasiswa yang ingin lulus saja seperti saya, ikuti revisi dosen penguji. Berikan alasan dengan tenang dan sopan, walaupun ujung-ujunnya, “baik, pak/bu, saya akan perbaiki 🙏”

Sidang 2

Secara teori, sidang 2 harusnya lebih mudah. Di sini, kita fokus pada revisi tulisan yang telah dilakukan. Misal, dosen penguji 1 menyarankan revisi ini dan itu, kemudian kita tunjukan revisi yang kita buat beserta alasannya. Udah. Selesai. 

Itu teori umum. Sayang banget, kadang ada saja mahasiswa yang mendapatkan dosen ‘sulit’ seperti kawan saya. Padahal tinggal sidang 2 aja, tapi dosen penguji malah susah dihubungi untuk revisi dll. Dia digantung gitu. 

Nasibnya sekarang entah sudah lulus atau enggak. Saya tidak berani bertanya apalagi saya pernah bilang ke dia, “pokoknya kalau sudah beres sidang 1, pasti kita diluluskan kok. Bla bla bla.” Ternyata hidup penuh kejutan 😭 nyesel banget menyepelekan sidang 2.

—————-

Pengalaman yang saya lalui mungkin bukan contoh yang baik sehingga teman-teman harus bisa mengambil hikmah dan mencari antisipasi agar hal ini tidak terjadi.

Semua yang saya takutkan rupanya terjadi di semester akhir. Benar-benar semester akhir. Apabila umumnya orang-orang menyelesaikan studi S2 dalam kurun waktu 2-3 tahun, saya menghabiskan 4 tahun alias 8 semester. Sama seperti durasi S1. Sangat membuang waktu.

Bingung Menentukan Topik Penelitian

Permasalahan utamanya adalah ketidaksiapan saya dalam merancang penelitian. Bingung menentukan topik. Di awal perkuliahan saya sudah memiliki suatu topik untuk diteliti, tetapi manakala mengetahui dosen ahli di bidang tersebut adalah dosen A, B, C, saya langsung ciut dan mengganti topik. 

Karakter dosen pembimbing akan berpengaruh tinggi terhadap kelancaran pengerjaan tugas akhir. Saya sangat menghindari dosen-dosen yang sulit ditemui atau dihubungi. Sehingga, pemilihan topik dilakukan setelah melihat prospek dosen yang mungkin bisa dihubungi dengan mudah. 

Saya putuskan untuk mengikuti dosen A dan B dengan penelitian ke arah kebahasaan. Topik penelitiannya memang tidak begitu familiar, tetapi saya kerjakan proposalnya sebisa mungkin. 

Ketika saya baca berulang pun, proposal yang saya buat tidak begitu jelas arah penelitiannya. Singkat cerita, salah satu dosen penguji menolak proposalnya. Menyarankan untuk mencari topik lain dan mengajukan seminar proposal kembali.

Pasca Penolakan Proposal

Masa setelah penolakan adalah hal yang sangat berat karena hampir semua teman-teman saya diluluskan dengan perbaikan dan sudah mulai mendapatkan dosen pembimbing. Artinya mereka sudah siap terjun ke lapangan, sedangkan saya harus memulai dari 0 kembali.

Merasa sendiri dan ditinggalkan tentu tidak menyenangkan. Saya berusaha untuk menulis proposal kembali dengan topik yang disarankan dosen, tetapi tulisan saya selalu ngawur. Makin panjang tulisan, makin jauh dari topik bahasan.

Mental mulai jatuh. Proposal tertunda hingga satu semester. Bingung dan malu juga. Bayar UKT tapi tidak berkuliah ataupun mengerjakan proposal. Saya memilih cuti dan bekerja. Minimal UKT semester depan saya harus bisa bayar sendiri.

Terlena dengan pekerjaan, 1 semester cuti tidak menghasilkan apa-apa. Tiba-tiba semester 6 sudah datang. Saya garap proposal seadanya dan mulai seminar kembali. Alhamdulillah diterima setelah 3 bulan revisi karena miskomunikasi 😅 

Penyusunan Tesis

Data penelitian sudah dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dan menulis - hal yang paling sulit dilakukan bagi seseorang yang tidak terlalu senang membaca kritis.

Sudah tidak ingin melihat laptop ataupun mendengar kabar tentang kampus. Teman-teman sudah banyak yang lulus. Merasa menjadi seseorang yang gagal. 

Kabar yang membuat saya agak tenang adalah saya tidak sendirian. Ada sekitar tiga orang di kelas yang masih berjuang seperti saya. Sedikit kabar gembira untuk berleha-leha. Tiba-tiba, semester 7 habis bercerita. Semester bungsu alias semester 8 pun dimulai.

Baru juga mulai, 1 bulan lagi semester 8 berakhir. Saya masih agak santai sih karena saya pikir masih ada satu semester tambahan lagi. 

Sebelumnya, ada seorang teman yang diberikan satu semester ekstra untuk menuntaskan tesis sehingga total semester yang dilalui adalah 9 semester. Ternyata itu berlaku bagi mahasiswa yang belum pernah mengambil cuti. Itu saya ketahui 3 minggu sebelum semester 8 berakhir. Dospem mengabarkan hal itu dan tentu saya kalang kabut menuntaskan laporan penelitian. 

Saya minta libur kerja untuk fokus menuntaskan tugas akhir. Setelah selesai menulis pun, masih banyak hal yang perlu dilakukan terkait persyaratan sidang. Beruntung ada beberapa teman yang mengabari. Kami saling mengingatkan dan berbagi informasi. Faktor teman dan dospem menjadi salah satu yang memudahkan perjalanan akhir saya.

Sidang Tesis

Minggu ke-4 bulan Januari atau 1 minggu sebelum semester penghabisan berakhir, saya bisa sidang dan terbebas dari daftar penerima surat cinta alias drop-out. Hal yang sangat saya syukuri.

Faktor-faktor yang mempermudah sidang tesis saya adalah sebagai berikut:

1. Penyemangat mental: doa keluarga, perjuangan dengan sesama teman.

2. Akademik: dosen pembimbing yang selalu mengingatkan dan memberikan banyak saran, dosen penguji yang bijak dan memahami situasi.

3. Faktor lain: izin libur yang mudah dari tempat kerja, admin kampus yang cepat dalam memproses persyaratan sidang.

Satu hal yang saya pelajari dari proses menuju sidang adalah skill berkomunikasi dan berbahasa itu sangat penting. Dospem menyuruh saya untuk menghubungi bagian akademik, dosen A, B, C, untuk memantau proses review sebelum sidang karena proses itu yang memakan waktu paling lama.

Saya hubungi satu-satu. Meminta bantuan untuk menyegerakan tesis saya terlebih dahulu. Pemilihan kata-kata jangan dianggap sepele. Kalau salah kata, bisa saja menyinggung. Seolah kita menyuruh, bukan meminta.

Setelah sidang tesis 1, rasanya plong. Apalagi, dosen penguji sangat baik. Memberikan arahan ini-itu. Sidang 2 pun digelar dan dosen pun sepertinya banyak memaklumi 😭 Walaupun tulisan saya jauh dari kata sempurna, mereka masih mau meluluskan.

Terima kasih banyak kepada para dosen. Sesuai dengan amanat yang diberikan, “kuliah boleh saja berhenti sampai sini (S2/S3), tapi belajar tidak boleh (berhenti).”

Semangat bagi kalian yang sedang berada di masa-masa akhir kuliah ✊

Tidak ada komentar

Posting Komentar